Penebus Rindu Kampung
Halaman
Melihatmu terhampar di dada ranjang
mengingatkan aku
pada kampung halaman
pada hijaunya anak-anak padi yang berpesta dengan hujan
pada lorong beraspal yang berlubang di depan kantor
Kecamatan
Karena tak ada perbaikan
dan bukit-bukit kecil tempat aku menulis cita-citaku di
pepohonan yang ditebang
engkau yang terhampar di ranjang
adalah obat rindu kampung halaman.
Yogyakarta 2015
Perempuanku Desember
: ulfa
Kamu Desember yang mengisi
sungai-sungai dalam tempurung kepalaku
Kijang-kijang bermata malam
membawa haus ke tepinya
Berbagai bunga bermekaran di
sepanjang sungai itu
Kupu-kupu berhenti berkhalwat
dalam kepompong, sebab mendengar kecupmu pada kerikil-kerikil mungil di dasar
pikiran
karena engkau Desember, reranting
menemukan ganti daun-daun yang tanggal
Burung-burung menemukan nyanyian
syadunya yang menggetarkan pagi untuk kembali bernyanyi. Kamu Desember yang
mengisi sungai dalam tempurung kepalaku
Penyair-penyair ingin menyepi
disana
menangkap diksi untuk
kekasihnya.
Yogyakarta 2015
Surat 24 Oktober dari Desember
Telah aku terima sepucuk angpau
merah 24 oktober darimu Desember.
Yang berisikan badai disertai
hujan lebat yang menggempur rumah-rumah sajak dalam dada. Ratusan kata-kata terluka,
dan yang lainnya menyepi dalam peti. Kini kaki sajakku patah, berjalan
tertatih-tatih, dan merintih.
Yogyakarta 25 Oktober 2015
Terimakasih Terminal Bungurasih
Seusai aku talak bis
Jogja-Surabaya
Kulihat saat itu subuh masih
belum terlelap
Dalam mata sayunya
Ia memeluk tubuhnya
sendiri-berdiri sambil gemetar
Karena dingin menyentuh
Aku marah pada dingin yang
merabanya
Ia yang anggun kuhampiri
Mendongak padaku
Pandangan kita bersenggama
Di tengah-tengah nyanyian
kenalpot bis
Yang mengantarkan kepergian
Dan pertemuan.
Botol-botol sunyi pecah
Di dalam hatinya
Senyumnya kembali menyala
Terbentang sebuah lautan
Maha luas di matanya
Dan matahari bangkit dari dalam
“Masih tetap gigil?”
Tanyaku sembari
Mempererat hangat
Yang malingkar di tubuhnya.
Terimakasih Terminal Bungurasih
Kau ijinkan kami bersatu dalam
Pelukmu.
Yogyakarta 2015
Menuju surau bersamamu
Malam baru saja dimandikan hujan
Rembulan menyelam di punggung
awan
Kita berjalan menuju surau
Untuk membenahi hati yang
kacau-balau
Laron-laron berhamburan
Mengecup lampu di tepi jalanan
Dosa-dosa meringis ketakutan
Melihat surau tampak dalam
pandangan
Iqamah menggema dalam dada
Kita berkelembat menghadap sang
Maha Kuasa
Yogyakarta 2015
Jendela
Aku tidak akan lupa
Bagaimana dia menghiburku
Membuka pakaiannya
Memperlihatkan kegembiraan anak-anak tembakau di tubuhnya
Lengkap dengan bukit-bukit yang elok
Cerita demi cerita aku hatamkan saban malam di haribaannya
Dari cerita tanya yang mati lantaran dihunus jawaban
Sampai cerita anak-anak puisi yang terluka
Yang berlari menenteng
bangkai-bangkai masa silam menuju masa depan
Tubuhnya yang terbuka adalah kedamaian
Sedangkan tubuhnya yang tertutup adalah
sunyi yang menakutkan.
Yogyakarta, 2015
*) Syarifuddin lahir di
Sumenep, Madura. Sedang belajar di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN
Suka Yogyakarta. Bergiat di Pojok Kantin.
0 Response to "Sajak-sajak Syarifuddin*"
Posting Komentar