Thomas S. Kuhn dan Revolusi Ilmu Pengetahuan




Biografi kehidupan Kuhn, Mohammad Muslih dalam bukunya Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmiah menyatakan Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat. Pada tahun 1949, ia memperoleh gelar Ph.d dalam bidang ilmu fisika di Harvard University. Masih di tempat yang sama, ia bekerja sebagai asisten dosen dalam bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, Khun menerima tawaran kerja di Universitas California, Berkeley sebagai dosen dalam bidang sejarah sains. Tahun 1964, ia mendapat anugrah gelar Guru Besar (Professsor) dari Princeton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains. Selanjutnya pada tahun 1983 ia dianugrahi gelar Profesor untuk yang kesekian kalinya, kali ini dari Massachesetts Institute of University. Thomas Kuhn menderita kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang akhirnya meninggal dunia pada tanggal 17 Juni 1996 dalam usia 73 Tahun (Mohamamad Muslih: 2008, 125) 

Sebagaimana dikutip oleh Mohammad Muslih bahwa karya Thomas S. Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuan pada umumnya adalah The Structure of Scientific Revolutions, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962 oleh University of Chicago press, buku ini sempat terjual lebih dari satu juta copy dalam 16 bahasa dan direkomdasikan menjadi bahan bacaan dalam kursus atau pengajaran yang berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset, sejarah dan filsafat sains. (Mohamamad Muslih: 2008, 126)

Latar belakang Kuhn menulis esainya itu tidak terlepas dari perkembangan filsafat ilmu Pengetahuan. Sains  selalu  terjadi  improvisasi  berupa evolusi  dari  teori/konsep  sederhana  menuju  teori/konsep  yang  lebih  sempurna.  Pandangan berupa tawaran  teoripun dikemukakan oleh beberapa tokoh tentang ilmu pengetahuan. Tawaran-tawaran tersebut mewarnai langkah dan perkembangan filsafat Ilmu sekaligus menjadi garis pembeda antara ilmu dan yang bukan ilmu. Misal, Karl Popper mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus melalui falsifikasi, begitupun pandangan yang ditawarkan oleh penganut positifisme logis bahwa ilmu pengetahuan harus melalui verifikasi.

Nampakanya tawaran teori-teori tersebut menggugah Thomas Samuel Kuhn untuk juga mengkritisi dan membangun bangunan ilmu pengetahuan. Kuhn dengan karya Magnum Opus-nya, The Structure of Scientific Revolutions menyertakan pandangan yang berbeda serta memiliki ide-ide yang yang tampaknya mendapat respon dari berbagai ilmuan, yang melihat perkembangan disiplin kelimuannya masing-masing. Karyanya ini secara garis besar adalah respon dari pandangan Karl Popper dan para penganut positivisme logis.

Kuhn memperkenalkan teorinya dengan sebutan Paradigma. Bangunan sebuah teori ilmu pengetahuan sangat bergantung kepada paradigma ilmu pengetahuan itu sendiri. Lalu apa itu paradigma?  Paradigma berasal dari Bahasa Yunani pa­ra yang mempunyai makna di samping, di sebelah, dan dikenal. Sedangkan deigma mempunyai arti model, teladan, arketif, dan ideal. Secara etimologis, paradigma diartikan sebagai suatu model, teladan, arketif, dan ideal. Sedangkan yang dimaksud dengan arketif dalam KBBI (Kamus besar Bahasa Indonesia) adalah model atau pola yang mula-mula, berdasarkan pola asal ini kemudian dibentuk atau dikembangkan hal baru. Paradigma juga diartikan sebagai model dalam teori ilmu pengetahuan dan kerangka berpikir.

Terdapat dua karakteristi ciri  khas substansi  dari  paradigma  adalah  yaitu: pertama,  menawarkan  unsur  baru  tertentu  yang  menarik  pengikut  keluar  dari persaingan  metode  kerja  dalam  kegiatan  ilmiah  sebelumnya (Thomas S. Khun: 1970, 11). Maksudnya seperti halnya persaingan metode objektivasi pengetahuan untuk dijadikan sebuah ilmu berupa tawaran teori, semisal yang dikemukakan oleh Karl Popper dan positivisme logis yang berbeda. Dengan bahasa yang lebih sederhana, paradigma ini menghapus persaingan teori tersebut dengan melakukan kesepakatan bersama.   

 Kedua,  menawarkan  pula  persoalan-persoalan baru yang masih terbuka dan belum terselesaikan. Maksudnya ialah ketika suatu kesepakatan yang dibentuk dan telah berjalan sesuai dengan masanya dan ternyata pada masa tertentu kesepakatan itu tidak bisa memecahkan masalah maka diperlukan sebuah kontruksi ulang yang kemudian akan membentuk sebuah paradigma baru yang mampu memecahkan persoalan-persoalan ilmiah.   

Thomas S. Kuhn mengatakan bahwa istilah paradigma erat kaitannya dengan sains yang normal (normal Science). Normal science adalah usaha yang sungguh-sungguh dari ilmuan untuk menundukkan alam masuk ke kotak-kotak konseptual yang disediakan oleh paradigma ilmiah dan untuk menjelaskan, diumpamakan sains normal itu dapat menyelesaikan teka-teki masalah tersebut. Jadi, sains normal itu merupakan sebuah penyelidikan yang dibuat oleh suatu komunitas ilmiah yang dalam usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigma ilmiahnya. Kuhn menyatakan bahwa komunitas ilmiah adalah bukan bekerja bersama di suatu tempat tetapi sekelompok ilmuan yang telah memilih pandangan bersama tentang alam atau bisa dikatakan bahwa paradigma ilmu bersama baik nilai-nilai, asumsi-asumsi tujuan-tujuan, bahkan kepercayaan bersama. (Mohamamad Muslih: 2008, 130)

Bahasa sederhana penulis Khun mengaitkan sebuah paradigma dengan keadaan normal sains, yaitu keadaan setelah dibentuk kesepakatan bersama dan paradigma yang disepakati itu bisa memecahkan persoalan-persoalan ilmiah. Seperti contoh, misalnya paradigma Integrasi-Interkoneksi, paradigma yang dipakai oleh UIN Sunan Kalijaga, yang disepakati dan ia mampu memecahkan persoalan-persoalan dikotomi keilmuan antara ilmu Agama dengan ilmu yang lain. 

Dalam proses pengambangan ilmu, Khun menyatakan bahwa proses pengembangan ilmu itu tidak pernah lepas dari Normal Science. Jika, Normal science tidak bisa memecahkan atau tidak mampu mempresentasikan fenomena tertentu maka akan muncul anomali-anomali. Nah, keadaan di mana normal science tidak bisa memacahkan persoalan-persoalan dan bahkan inkonsistensi maka Kuhn mengistilahkan keadaan ini anomali, keganjilanan, ketidaktepatan, penyimpangan dari yang biasa. Anomali timbul hanya dengan latar belakang yang disediakan oleh paradigm. (Thomas Khun: 1970, 65)

Paradigma yang dipakai bersama sudah terbentuk dan mampu memecahkan persoalan-persoalan atau fenomena yang terjadi. Lantas bagaimana jika paradigma tersebut tidak bisa diterapkan dan tidak ampuh lagi dalam memecahkan suatu masalah yang disebabkan adanya perubahan social misalnya. Para peneliti menemukan sesuatu yang tidak dibahas sebelumnnya dan paradigma tersebut tidak bisa memecahkannya. Sebagai Contoh, paradigma integrasi-interkoneksi, sebuah paradigma yang dipakai di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang sebelumnya dianggap ampuh untuk mangatasi dikotomi keilmuan, dan ternyata dalam suatu sisi ada masalah, misalnya apakah bisa mahasiswa menerapkannya padahal jenjangnya S1? faktor waktu dan kemampuan juga mengalami keterbatasan, semisal.

Nah, keadaan di mana paradigma Integrasi-Interkoneksi dipertanyakan, ada sebuah keganjilan bahkan ketidaktepatan untuk memecahkan suatau masalah, Khun mangistilahkan keadaan ini dengan Anomali.       

Ketika sudah mengalami anomali, apabila hal-hal baru sudah terungkap, dan posisi paradigm sudah tidak bisa menjelaskannya. Antara teori dan fakta sudah berlainan maka akan mengalami mulai goyahnya kepercayaan terhadap paradigma yang selama ini dipakai. Keadaan krisis seperi ini yang akan menggungah para ilmuan dan mendorong yang berujung pada perubahan paradigma. Ketika kesadaran para ilmuan akan adanya anomali tersebut sudah terbentuk, keadaan kritis ini menjadi serius dan memuncak maka akan terjadilah revolusi. Inilah keadaan yang disebut oleh Thomas Khun dengan istilah Revolutionary Science, revolusi ilmu pengetahuan.

Perubahan dari Normal Science ke wilayah Revolutionary Science ini terjadi proses pergeseran paradigma (Shifting Paradigm) Dalam revolusi ini komunitas ilmiah atau para ilmuan akan turut andil dalam bagian ini. Kuhn mengatakan bahwa para ilmuan-ilmuan itu seakan-akan tiba-tiba dipindahkan ke planet lain di mana objek-objek yang yang sangat dikenal tanpak dalam penerangan yang berbeda dan berbaur dengan objek yang tidak dikenal. Thomas S. Kuhn: 1970, 111). Maksudnya, bahwa pada saat revolusi maka pandangan ilmuan tehadap dunia akan berubah dan akan memunculkan paradigm baru (New paradigm)     

Dalam periode revolusi hampir semua kosa kata, istilah, konsep, idiom cara penyelesian persoalan dan cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya. Sudah tentu, pengetahuan yang sudah lama masih tetap terpakai selama masih bisa dimanfaatkan dan sejauh ia masih menyentuh persoalan. Jika pengetahuan model lama sudah tidak bisa memecahkan persoalan yang terjadi saat ini, maka dibutuhkan cara, rumusan, dan wawasan baru. Dalam sistematika pemikiran Khun, ilmu berkembang melalui siklus-siklus sains normal diikuti oleh anomali kemudian revolusi dan terjadi sains normal lagi (paradigm baru) kemudian terjadi anomali lagi dan revolusi kemudian terjadilah sains normal lagi. Setiap paradigma bisa menghasilkan karya yang menentukan dan membentuk paradigma baru.

Sangat menarik dari konsep yang ditawarkan oleh Thomas Samuel Kun dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions. Kuhn mengindikasikan bahwa paradigma tidak bersifat stagnan, tetapi dinamis. Pembentukan paradigm dengan siklus normal science–anomalies–revolution–normal science.

Mengakhiri pembahasan tokoh ini, penulis perlu menyampaikan bahwa karyanya tersebut mendapat sambutan baik dikalangan para ilmuan maupun filsuf. Seperti yang dikutip oleh Mohammad Muslih dari Gurry Gutting (Ed)  bahwa pengaruh, implikasi, dan bahkan aplikasi dari konsep pemikiran Thomas S. Kuhn hampir seluruh bidang ilmu, seperti sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, budaya, dan bahkan keagamaan. Nah, dari sini perlu kiranya penulis lebih tekankan cobalah amati bidang yang sedang digeluti anda, entah dari persoalan kuliah, ekonomi, pemerintahan, bahkan sebuah organisasi, organisasi ekstra maupun organisasi intra. Perlu kiranya membentuk sebuah paradigma baru untuk menjadikan sesuatu menjadi lebih baik.

Untuk buku versi Inggrisnya bisa di-download di sini


Daftar Bacaan lanjut 

Gurry Gutting (Ed.), Paradigm and Revolutions: Appraisals and Applications of Thomas Kuhns Philosophy of Science, Notre Dame: University of Norte Dame Press.

Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmiah, Yogyakarta: Penerbit Belukar.

Thomas Samuel Khun, The Structure of Scientific Revolution, Chicago, University of California Press.




By Miftah, Student in Major Qur’anic Studies and Exegesis, Faculty of Theology and Islamic Thought, Islamic State University of Yogyakarta.

0 Response to "Thomas S. Kuhn dan Revolusi Ilmu Pengetahuan "