“Perlawanan harus berbasis pada pengetahuan!” Odent Muhammad.
Diskusi Buku Das Kapital (DBD) merupakan upaya kami
sebagai generasi muda untuk menggali pikiran-pikiran Karl Marx yang telah
tertuang di dalam bukunya yang berjudul
“Das Kapital Jilid I”, yang
banyak memuat analisa ekonomi, sosial dan politik. Upaya pembedahan pikiran
Karl Marx ini sebagai respon atas
keadaan bangsa Indonesia yang semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Kami
melihat bahwa salah satu akar persoalan yang membuat Indonesia semakin terpuruk
adalah minimnya kontrol terhadap kekuasaan. Kontrol terhadap kekuasaan ini
hanya bisa dibangun dengan menumbuhkan cara berfikir kritis, terutama dalam hal
yang material seperti ekonomi. Di titik inilah karya-karya Marx memiliki
kekuatan yang tidak dimiliki oleh buku-buku yang lain.
Kami melihat bangsa ini sudah sangat jauh dari cita-cita
kemerdekaan, hal ini bisa kita lihat dari bidang ekonomi. Jika kita mengacu
pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka seharusnya kehidupan berbangsa ini
harus berdasarkan asas kekeluargaan. Namun bila kita lihat sekarang ini, model
kehidupan berbangsa kita justru berubah menjadi sangat
kapitalistik-individualistik. Falsafah hidup bangsa kita yang semula sangat
menonjolkan kebersamaan seperti yang tertuang pada Pancasila, kini telah
berganti menjadi kapitalistik-individualistik. Cabang-cabang produksi penting
yang menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil dan merata, kini dikuasi oleh
korporasi dan segelintir orang saja.
Berbagai permasalahan lain di wilayah sosial dan budaya seperti semakin
menggejalanya budaya patron-klien, tidak bisa dilepaskan dari minimnya
kemampuan berfikir logis yang kritis terhadap bagaimana kekuasaan beroperasi.
Ide awal untuk mengadakan diskusi buku Das Kapital Jilid I ini berasal dari
obrolan di lingkaran mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang merasa perlu
membangun cara berfikir kritis di kalangan mahasiswa. Hal ini menjadi sangat
penting karena kami melihat buruknya nalar mahasiswa sekarang ini yang
cenderung pragmatis dalam melihat berbagai persoalan. Misalnya saja, sekarang
mahasiswa acapkali gagap ketika merespon fenomena eksploitasi sumber daya alam
yang sedang parah-parahnya di negeri ini, tidak dapat berbuat banyak ketika
melihat korupsi merajalela yang dilakukan oleh para pejabat, tidak kritisnya
cara memandang praktik penggusuran dimana-mana yang dilakukan atas dasar
kerapian kota dan normalisasi sungai, melihat kemiskinan hanya pada faktor
kemalasan individunya, bukan pada tatanan sosial yang diciptakan oleh rezim
kapitalistik seperti sekarang, menyerah pada sistem atas dasar ketidaktahuan
ketika melihat birokrasi kampus yang sering bertindak sewenang-wenang dalam
menentukan kebijakan sehingga tidak melakukan apa-apa untuk membuat
perubahan, dan masih banyak lainnya.
Kami juga melihat pentingnya wacana kritis yang harus
dibangun di kalangan akademisi. Dalam hal ini wacana kiri yang sekarang justru
menjadi momok di kalangan masyarakat Indonesia sebagai akibat lebih jauh dari
praktik deidiologisasi yang dilakukan oleh Orde Baru. Sehingga wacana kiri yang
kritis terhadap kekuasaan dan bagaimana kapital melakukan ekspanisnya justru
mendapat stigma negatif. Hal ini mudah dipahami, karena rezim yang berkuasa
mulai dari tingkatan yang paling kecil seperti kampus, hingga ke tingkatan
negara, tidak ingin kekuasaannya dipreteli akibat tumbuhnya nalar berfikir
kritis di kalangan masyarakat, terutama mahasiswa.
Atas dasar itulah kami akhirnya bersepakat untuk membuat
diskusi buku Das Kapital, sebuah buku yang banyak sekali menggunakan analisis
eknomi kritis (misalnya: bagaimana uang bersirkulasi, bagaimana nilai lebih
diambil oleh kapitalis atau bagaimana penghisapan terjadi, dan bagaimana proses
akumulasi keuntungan di tangan para kapitalis terjadi). Lantas jika ada
pertanyaan, mengapa harus membedah buku, bukankah itu memakan waktu yang lama?
Jawabannya adalah karena buku ini jarang sekali dipahami dengan mendalam.
Banyak orang yang mempelajari Marx di Indonesia, namun sedikit yang
menjadikannya sebagai pisau analisis untuk melihat persoalan sosial.
Kelompok-kelompok yang memakai pemikiran Marx sebagai ideologi dalam organisasi
mereka, seringkali terjebak dalam pengertian klasik Marx tentang massa (buruh
dan tani), namun luput memakai analisis Marxisme untuk persoalan yang pada
dasarnya juga digerakkan oleh moda produksi kapitalis, seperti transportasi dan
pembangunan kota.
Kami tentu sadar ketika harus membedah buku Das Kapital
ini maka akan memakan waktu lama. Karena itu kami sudah menyusun kegiatan ini
menjadi beberapa bagian untuk didiskusikan setiap minggunya. Diskusi buku Das
Kapital Jilid I ini akan diadakan di Taman Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta. Apabila pada perkembangannya nanti setelah melewati proses ini,
maka tidak menutup kemungkinan untuk melanjutkannya ke serial diskusi pemikiran
yang lain.
Muslich Bahaomed, Mahasiswa Filsafat, belajar berorganisasi di PMII Rayon “PEMBEBESAN” Ushuluddin Yogyakarta.
0 Response to "Menginisiasi Kelompok Diskusi Buku Das Kapital Jilid 1"
Posting Komentar